K-13 Perlu Diperbaiki, Bukan Dihentikan
Komisi X menyayangkan kebijakan pemerintah menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013. Padahal, kurikulum ini sudah mulai diujicobakan dari tahun lalu, dan sudah memakan anggaran yang tidak sedikit. Walaupun masih banyak kekurangan dalam implementasinya, diharapkan pemerintah dapat memperbaikinya, bukan menghentikan.
Demikian dikatakan oleh Anggota Komisi X Jefirstson R. Riwu Kore, saat dihubungi Parle via telepon, Rabu (24/12/14). Ia menilai, Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar Menengah terlalu terburu-buru menghentikan pelaksanaan K-13.
“Saya pribadi melihat keputusan menteri itu terlalu tergesa-gesa menghentikan K-13. Harusnya jangan membuat keputusan yang membuat bingung banyak pihak. Menteri juga belum berdiskusi dengan pihak-pihak yang berkepentingan di bidang pendidikan ini. Karena K-13 ini kan hasil rumusan yang sudah dikaji dan oleh Komisi X juga,” tegas Jefirstson.
Politisi Demokrat ini menambahkan, selama ini yang menjadi sorotan Komisi X adalah persoalan teknis di lapangan, bukan sisi substansi K13. Persoalan itu seperti buku yang belum terdistribusi dengan baik ke seluruh sekolah dan pelatihan guru yang belum dilaksanakan secara maksimal.
“Dari hasil kunjungan kerja Komisi X ke beberapa daerah, sebenarnya pelatihan guru sudah berjalan dengan baik, walaupun masih ada kendala lain di lapangan. Tapi, seharusnya K-13 jangan dihentikan. Harusnya berbagai kelemahan itu diperbaiki secepat mungkin. Kalau dihentikan, ini kan justru masyarakat menjadi bingung,” herannya.
Padahal, tambah Politisi asal Dapil Nusa Tenggara Timur ini, K-13 memiliki kelebihan disbanding Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang telah diterapkan sebelumnya. Ia menilai, K-13 jauh lebih bagus, karena sudah mengikuti perkembangan zaman. Untuk itu, ia meminta Menteri dapat mengkonsultasikan permasalahan ini dengan Komisi X DPR.
“Kebijakan penghentian K13 ini tidak memperhatikan kepentingan berbagai pihak. Seharusnya, evaluasi dan perbaiki yang kurang, bukan memghentikan. Jangan mentang-mentang sudah menjabat Menteri langsung memutuskan seenaknya saja. Ini perlu konsultasi dengan DPR, jadi keputusannya jelas, dan tidak membingungkan banyak pihak,” tutup Jefirstson. (sf)/foto:iwan armanias/parle/iw.